Para ulama sepakat bahwa berbicara ketika shalat dengan sengaja termasuk kedalam pembatal shalat. Dalam sebuah hadist dari sahabat Zid bin Arqam ia bercerita,
كنا نتكلم في الصلاة يكلم الرجل صاحبه وهو إلى جنبه في الصلاة حتى نزلت (( وقوموا لله قنتين)) فأمرنا بالسكوت ونهينا عن الكلام
“Dulu kami berbicara ketika shalat, maka seseorang berbicara kepada saudaranya yang ada disebelahnya ketika shalat sampai turunlah perintah Allah ((“Dan laksanakanlah shalat karena Allah dengan khusyu’”)) maka kami diperintahkan untuk diam ketika shalat dan kami dilarang untuk berbicara. (HR Muslim)
Kemdian dalam hadist lain rasulullah salallahu ‘alaihi wasalam bersabda,
إِنَّ هَذِهِ الصَّلَاةَ لَا يَصْلُحُ فِيهَا شَيْءٌ مِنْ كَلَامِ النَّاسِ، إِنَّمَا هُوَ التَّسْبِيحُ وَالتَّكْبِيرُ وَقِرَاءَةُ الْقُرْآنِ
“Sesungguhnya shalat ini tidak boleh didalamnya terdapat perkataan manusia, sesungguhnya shalat itu hanya berisi tasbih, takbir dan bacaan Al-Qur’an”. (HR Muslim)
Inilah diantara dalil-dalil yang dijadikan hujjah oleh para ulama dalam menghukumi batalnya shalat karena berbicara di dalamnya dengan sengaja. Lalu bagaimana jika seseorang berbicara ketika shalat dalam keadaan lupa? Apakah shalatnya batal?
Dalam masalah ini ada dua pendapat dikalangan para ulama,
Pendapat Pertama, Berbicara ketika shalat merupakan pembatal shalat baik ia berbicara dengan sengaja atau bahkan lupa sekalipun. Ini adalah pendapat dalam Madzhab Hanafi dan Hambali
Dalam Kitab Hasyiyatu Ibnu Abidin diterangkan
يُفْسِدُهَا التَّكَلُّمُ عَمْدُهُ وَسَهْوُهُ
“Dan yang membatalkannya (shalat) adalah berbicara, baik dalam disengaja maupun lupa.” (1/615)
Dalam Madzhab Hanfi tidak dibedakan antara sengaja atau tidak sengaja, kedua-duanya sama-sama membatalkan shalat. Adapun hadist yang menjelaskan bahwa Allah mengangkat dosa dari 3 hal dan diantaranya adalah karena lupa, maka yang dimaksud adalah diangkatnya dosa tersebut diakhirat, adapun di dunia kesalahan itu tetap berpengaruh pada amalan seseorang, sehingga orang yang berbicara ketika shalat dalam keadaan lupa maka shalatnya tetap batal, adapun kesalahan tersebut dosanya diangkat oleh Allah di akhirat.
Pendapat Kedua, Berbicara ketika shalat dalam keadaan lupa tidak membatalkan shalat. Ini adalah pendapat dalam Madzhab Syafi’i.
Dalam Kitab Mughni Al-Muhtaj diterangkan,
وَيُعْذَرُ فِي يَسِيرِ الْكَلَامِ إنْ سَبَقَ لِسَانُهُ أَوْ نَسِيَ الصَّلَاةَ
“Dan dimaafkan dari perkataan yang sedikit disebabkan karena tergelincirnya lisan, atau karena ia lupa sedang shalat.” (1/412)
Dianatara dalil yang dijadikan hujjah adalah firman Allah ta’ala dalam surat Al-Baqarah,
رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا
“Ya Tuhan kami janganlah Engkau menghukumi kami apabila kami lupa atau membuat kesalahan”. (Al-Baqarah 283)
Dan rasulullah salallahu ‘alaihi wasalam juga bersabda,
إن الله تجاوز لي عن أمتي الخطأ والنسيان وما استكرهوا عليه
“Sesungguhnya Allah membiarkan (mengampuni) kesalahan dari umatku akibat kekeliruan dan lupa serta keterpaksaan. (HR Ibnu Majah)
Dalam madzhab syafi’i, orang yang lupa diberikan udzur, shalatnya tidak batal dan tetap sah karena kekeliruan yang disebabkan oleh lupa dimaafkan dalam syariat.
Dan pendapat yang lebih kuat dalam masalah ini adalah pendapat kedua, bahwa berbicara ketika shalat dalam keadaan lupa tidak membatalkan shalat, karena perkataan tersebut tidak keluar dari niatnya, akan tetapi sesuatu yang tidak bisa dihindari oleh setiap orang yakni lupa, dan sifat lupa ini adalah sifat manusiawi dan Allah tidak menghukumi seseorang karena lupanya, sebagaimana tidak batalnya puasa orang yang makan dalam keadaan lupa. Allah ta’ala berfirman dalam Al-Qur’an,
وَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ فِيمَا أَخْطَأْتُمْ بِهِ وَلَكِنْ مَا تَعَمَّدَتْ قُلُوبُكُمْ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
“Dan tidak ada dosa bagimu jika kamu keliru tentang hal itu, akan tetapi (yang ada dosanya) adalah apa yang disengaja oleh hatimu.” (Al-Ahzab : 5)