Tidak memiliki pengetahuan yang cukup akan hakikat perbedaan pendapat dalam masalah agama bisa dibilang menjadi penyebab runyamnya masalah yang menimpa umat Islam akhir-akhir ini. Dan bukan tidak mungkin jika hal ini terus terjadi, persepektif negatif yang ditujukan kepada agama Islam akan semakin santer dikumandangkan oleh musuh-musuhnya.
Akibatnya banyak diantara hudatsaa’ul ahdi bil Islam (orang yang baru memeluk agama Islam) akan merasakan bahwa agama ini susah, tidak jelas, atau bahkan gak sedikit dari mereka yang kemudian murtad hanya karena belum mengetahui hikmah dari perbedaan pendapat ini.
Padahal dalam literatur fikih klasik, beberapa ulama menyebutkan bahwa hal yang semacam ini adalah nikmat dan keutamaan bagi umat Islam yang tidak diberikan kepada umat-umat sebelumnya. Di awal-awal kitab Jaziilul Mawahib Fii Ikhtilaafil Madzahib misalnya, Imam Suyuti mengatakan :.
اعلم أن اختلاف المذاهب في هذه الملة نعمة كبيرة وفضيلة عظيمة ، وله سر لطيف أدركه العالمون وعمي عنه الجاهلون ، حتى سمعت بعض الجهال يقول : النبي صلى الله عليه وسلم جاء بشرع واحد فمن أين مذاهب أربعة ؟ ..
“Ketahuilah bahwa perbedaan madzhab dalam agama ini adalah nikmat dan keutamaan yang besar. Dan memiliki rahasia tersembunyi yang hanya diketahui oleh orang-orang yang alim dan tidak dilihat oleh orang-orang yang bodoh, sampai aku mendengar sebagian orang bodoh mengatakan : “Nabi SAW datang (diutus) dengan satu syariat saja, lantas dari mana madzhab yang empat?”..
فعرف بذلك أن اختلاف المذاهب في هذه الملة خصيصة فاضلة لهذه الأمة وتوسيع في هذه الشريعة السمحة السهلة ، فكانت الأنبياء قبل النبي صلى الله عليه وسلم يبعث أحدهم بشرع واحد وحكم واحد حتى إن من ضيق شريعتهم : لم يكن فيها تخيير في كثير من الفروع التي شرع فيها التخيير
“Maka disimpulkan bahwa perbedaan madzhab dalam agama ini adalah keutamaan yang hanya diberikan kepada umat ini dan bentuk keluasan syariat yang mudah ini. Bahkan para nabi sebelum nabi SAW ada salah satu diantara mereka yang diutus dengan membawa satu syariat saja dan satu hukum, sampai diantara bentuk kesempitan syariat mereka : tidak adanya pilihan di kebanyakan furu’ mereka yang disyariatkan”.