Home Uncategorized Bagaimanakah Puasa Umat-Umat Terdahulu Sebelum Umat Islam?

Bagaimanakah Puasa Umat-Umat Terdahulu Sebelum Umat Islam?

Diawal masa hijrah rasulullah di kota madinah, rasulullah dan para sahabat sudah terbiasa mengerjakan puasa muharram dan juga puasa ayyamul bidh. Akan tetapi ibadah ini justru mendapat cacian dan cemoohan dari kaum yahudi karena ibadah yang mereka lakukan lebih dahulu dikerjakan oleh kaum yahudi, sehingga mereka menuduh Nabi Muhammad hanya bisa meniru syariat milik agama lain.

Dengan sebab ini, maka turunlah perintah dari Allah untuk mengerjakan puasa ramadhan. Allah ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (Al-Baqarah 183)

Sejak saat itu, rasulullah dan kaum muslimin mulai mengerjakan puasa ramadhan dengan penuh kebahagiaan dan menghidupkan malam-malam ramadhan dengan gairah yang tinggi karena pada bulan ini pula Allah melipat gandakan amalan ibadah bagi hamba-hambanya.

Di akhir ayat diatas, Allah menyebutkan bahwasanya syariat puasa ini pernah diwajibkan kepada umat-umat sebelum umat nabi Muhammad SAW, lalu bagaimanakah gambaran puasa yang dilakukan oleh umat-umat terdahulu?

Puasa Bagi Kaum Nashrani

Imam Thabari dalam kitab tafsrinya menukil riwayat tentang keadaan puasa umat nashrani terdahulu,

كتب عليهم رمضان، وكتب عليهم أن لا يأكلوا ولا يشربوا بعد النوم، ولا ينكحوا النساء شهر رمضان. فاشتد على النصارى صيام رمضان، وجعل يقلب عليهم في الشتاء والصيف. فلما رأوا ذلك اجتمعوا فجعلوا صياما في الفصل بين الشتاء والصيف

“Telah diwajibkan pula bagi mereka (kaum nashrani) puasa ramadhan, dan diwajibkan pula bagi mereka untuk tidak makan dan minum setelah bangun dari tidurnya, dan diharamkan bagi mereka untuk menikahi wanita dalam bulan ramadhan, maka mereka merasa bahwa puasa ramadhan sangat memberatkan mereka, sehingga kadang mereka menggantinya dimusim dingin dan musim panas, ketika mereka menyadari kesulitan yang mereka rasakan, mereka akhirnya bersepakat untuk meletakkan puasa ramadhan diantara musim dingin dan musim panas yaitu musim semi”.

Puasa yang dilakukan oleh umat nasrani memang cukup berat, bagaimana tidak, puasa mereka tidak didahului dengan sahur sebagaimana puasa yang dilakukan oleh umat islam.

Kemudian yang membuat puasa mereka lebih berat lagi adalah karna patokan dimulainya puasa adalah ketika mereka tertidur, bukan ketika terbit fajar. Artinya, jika mereka tertidur jam 10 malam, maka saat itu pula puasa mereka sudah dimulai. Tentunya ini lebih berat ketimbang puasa ramadhan yang dikerjakan oleh umat muslim saat ini.

Puasa Umat Nabi Nuh

Puasa umat nabi nuh dan nabi-nabi setelahnya adalah puasa 3 kali dalam sebulan, hal ini sebagaimana yang dinukil oleh ibnu katsir dalam tafsirnya,

لَمْ يَزَلْ هَذَا مَشْرُوعًا مِنْ زَمَانِ نُوحٍ إِلَى أَنْ نَسَخ اللَّهُ ذَلِكَ بِصِيَامِ شَهْرِ رَمَضَانَ

Dan puasa ini ( puasa 3 kali sebulan) disyariatkan dari zaman nabi nuh sampai Allah hapus kewajibannya dengan puasa di bulan ramadhan.

Hal ini menunjukan bahwa umat terdahulu dizaman nabi nuh sudah duwajibkan berpuasa 3 kali dalam sebulan, atau yang kita kenal sebagai ayyamul bidh.

Puasa Nabi Daud

Puasa Daud adalah puasa yang paling disukai oleh Allah. Karena puasa ini dilakukan sepanjang tahun. Cara mengerjakannya juga cukup unik, yakni sehari berbuka dan sehari puasa dan dilakukan terus menerus. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَحَبُّ الصَّلاَةِ إِلَى اللَّهِ صَلاَةُ دَاوُدَ – عَلَيْهِ السَّلاَمُ – وَأَحَبُّ الصِّيَامِ إِلَى اللَّهِ صِيَامُ دَاوُدَ  وَكَانَ يَنَامُ نِصْفَ اللَّيْلِ وَيَقُومُ ثُلُثَهُ وَيَنَامُ سُدُسَهُ ، وَيَصُومُ يَوْمًا وَيُفْطِرُ يَوْمًا

“Sebaik-baik shalat di sisi Allah adalah shalatnya Nabi Daud ‘alaihis salam. Dan sebaik-baik puasa di sisi Allah adalah puasa Daud. Nabi Daud dahulu tidur di pertengahan malam dan beliau shalat di sepertiga malamnya dan tidur lagi di seperenamnya. Adapun puasa Daud yaitu puasa sehari dan tidak berpuasa di hari berikutnya.” (HR. Bukhari no. 1131).

Dari keterangan-keterangan diatas kita bisa melihat bahwa syariat puasa bukanlah syariat baru, akan tetapi syariat ini sudah pernah diwajibkan kepada umat-umat sebelumnya. Hanya saja terdapat beberapa perbedaan dari waktu pelaksanaan serta aturannya.

Dan terlihat pula bagaimana besarnya rahmat Allah kepada umat nabi muhammad salallahu ‘alaihi wa salam, ketika umat ini mendapatkan banyak kemudahan dalam melaksanakan ibadah puasa ketimbang umat-umat sebelumnya, namun kemudahan ini sama sekali tidak membuat pahala ibadah puasa ini berkurang.

Irsyad Hidayat Lc.
S1- Imam Muhammad Bin Saud Islamic University (LIPIA JAKARTA)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular

Menangis Dan Sabar Tidak ada Gunanya

Begitulah perkataan para penghuni nereka yang Allah abadikan dalam Al-Qur’an surat Ibrahim:  سَوَاۤءٌ عَلَيْنَآ اَجَزِعْنَآ اَمْ صَبَرْنَا مَا لَنَا مِنْ مَّحِيْصٍ Sama saja bagi kita, apakah...

Air Dicampur dengan Detergen Apakah Bisa Menghilangkan Najis ?

Penanya : Assalaamu'alaikum Ustaz, saya kalau nyuci baju langsung dimasukkan ke air yang sudah dicampur dengan detergen. Nah, apakah baju yang terkena najis bisa hilang...

Hukum Teknik Persalinan Hypnobirthing

Penanya :" Assalaamu'alaikum Ustaz, apakah ini boleh dalam Islam ?" Ustaz Menjawab : Pertama, pada dasarnya hal-hal yang termasuk urusan kemasyarakatan dan keseharian hukumnya mubah. Dalam kaidah...

Ahli Quran diDahulukan di Liang Lahat

  Ahli Quran adalah orang yang senantiasa menjadikan Al-Quran sebagai pedoman hidupnya. Menjadi Ahli Quran berarti menjadi orang yang gemar membacanya, menghafalnya dan mentadabburinya dengan...