Para ulama sepakat bahwa menutup mulut dalam shalat hukumnya makruh. Baik bagi laki-laki maupun wanita. Dihukumi makruh, mengingat adanya larangan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dalam hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan:
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُغَطِّيَ الرَّجُلُ فَاهُ فِي الصَّلَاةِ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang seseorang menutup mulutnya ketika shalat. (HR. Abu Daud)
Makruh Tidak Membatalkan Shalat
Artinya jika ada orang yang melakukannnya ketika shalat, shalatnya sah dan tidak perlu diulangi, sekalipun dia lakukan secara sengaja.
An-Nawawi menegaskan dalam kitabnya Majmu’ syarh Muhadzab:
ويكره أن يصلي الرجل متلثما أي مغطيا فاه بيده أو غيرها… وهذه كراهة تنزيه لا تمنع صحة الصلاة
Makruh seseorang melakukan shalat dengan talatsum, artinya menutupi mulutnya dengan tangannya atau yang lainnya…. Makruh disini adalah makruh tanzih (tidak haram), tidak menghalangi keabsahan shalat.
Makruh menjadi Mubah
Diantara kaidah yang ditetapkan para ulama dalam ushul Fiqh,
الكراهة تندفع مع وجود الحاجة
“Hukum makruh menjadi hilang, jika ada kebutuhan.”
Ibnu Qudamah dalam kitabnya al-Mughni mengutip pendapat Ibnu Abdil Bar:
أجمعوا على أن على المرأة أن تكشف وجهها في الصلاة والإحرام، ولأن ستر الوجه يخل بمباشرة المصلي بالجبهة والأنف ويغطي الفم، وقد نهى النبي صلى الله عليه وسلم الرجل عنه. فإن كان لحاجة كحضور أجانب فلا كراهة، وكذلك الرجل تزول الكراهة في حقه إذا احتاج إلى ذلك
Para ulama sepakat bahwa wanita harus membuka wajahnya ketika shalat dan ihram, karena menutup wajah akan menghalangi orang yang shalat untuk menempelkan dahi dan hidungnya, dan menutupi mulut. Padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang lelaki untuk melakukan hal ini. Namun jika ada kebutuhan, misalnya ada banyak lelaki non mahram, maka hukumnya tidak makruh. Demikian pula lelaki, hukumnya menjadi tidak makruh jika dia butuh untuk menutupi mulutnya.
Sama seperti larangan shalat diantara dua tiang karena tiang akan memutus shaf shalat, namun jika ternyata jamaah penuh dan tidak ada tempat shalat kecuali diantara dua tiang, maka kemakruhan itu hilang.
Dengan demikian, hukum asal memakai masker ketika shalat adalah makruh, namun makruh bukanlah hal yang membatalkan shalat hanya saja baiknya ditinggalkan. Namun jika ternyata memakai masker ini adalah upaya untuk melindungi diri dari tertular wabah penyakit atau melindungi orang lain agar tidak tertular penyakit yang dideritanya maka ini dibolehkan bahkan di anjurkan.
Bagai mana jika perempuan pakek cadar shalat dan tidak membuka cadar nyan..
In syaa Allah Nanti kita jawab dalam tulisan